![]() |
Foto Ilustrasi (sumber : Ya' Wahyu) |
Dailynusantara.id, Literatur - Di sini hanya ada cinta. Dan cinta tidak mengenal suci atau kotor, benar dan salah.
Cinta hanya cinta. Tak ada pikiran di dalamnya. Entah itu mendatangkan petaka atau
kebahagian. Cinta ya hanya cinta. Orang tidak boleh bertanya untuk apa. Orang tidak
perduli jadinya apa.
Memang ini hanya sebuah gang kecil di antara gedung-gedung kota yang
sombong dan angkuh. Di gang ini, orang-orang pergi dan menghindar dari
tanggungjawab. Di sini cinta tidak perlu ongkos dan tidak perlu merana. Cinta hanya
satu malam. Dengan siapa saja yang dikehendaki. Siapa saja boleh datang sekali atau
berulang-ulang kali. Terserah.
Tidak ada kebohongan, atau dusta, atau rahasia. Di sini hanya ada cinta yang
hanya cinta. Tidak lebih. Orang-orang masuk dengan keadaan hancur, dan keluar
dalam keadaan utuh sebagai apapun. Begitulah. Tempat ini, adalah cinta itu sendiri. Ia
tidak perlu hukum, tidak perlu syarat-syarat. Lebih tepatnya tidak perlu peraturan.
Memang ada semacam syarat, tapi agaknya lebih mirip ongkos. Sedikit biaya yang
harus dibayar. Tapi biaya yang tidak seberapa, tiga ratus atau lima ratus ribu, sudah
cukup, itu juga tidak semua orang membayar, ada yang memang melakukannya
dengan gratis. Suka sama suka. Setelah itu masing-masing akan saling meninggalkan.
Tidak perlu ada kenangan. Orang harus saling melupakan. Jika memang orang ingin
cinta itu abadi, Cinta memang tidak perlu lama-lama.
Lampu yang merah kemerahan, hijaun kehijauan, atau ungu keunguan
bergelantung sepanjang jalan gang atau di depan ruko-ruko yang pintunya terbuka
lebar. Dari dalam ruko-ruko itu tercium bau parfum yang menggoda, seolah-olah
mengundang siapa saja untuk masuk kesana. Seperti menjanjikan kebahagian walau
sebentar dan harus dinikmati. Di depan ruko-ruko itu juga duduk para perempuan
dengan pakaian minim serba pendek. Celana pendek, rok pendek, baju kaos berlengan
pendek, bahkan yang tidak berlengan sama sekali. Wajah mereka dipenuhi bedak bedak dan make up. Bibir-bibir yang merah sekental warna darah. Dari bibir-bibir itu
pula suara yang lembut mendesah dan manis. Mencoba memikat birahi siapa saja
lelaki yang lewat.
Dan aku mengunjungi gang ini beberapa kali dalam seminggu. Aku orang
yang haus akan cinta, jadinya aku sering ke tempat ini untuk menjelajahi setiap cinta
para perempuan yang berada di sini. Sesekali juga aku membawa perempuan dari luar
dan hanya menumpang tempat di sini.
“Kamu hanya mencari cinta dengan cara yang mudah.” Kata seorang
perempuan di gang ini kepadaku suatu kali. Namanya, Malam. Tentu itu bukan nama aslinya. Tapi ia suka dipanggil malam, dan ia membenci nama pemberian orang
tuanya. Dia pernah bercerita kepadaku, jika ayahnya, adalah seorang pengkhianat.
Lelaki yang meninggalkan ibunya, meski ibunya adalah seorang istri yang berbakti.
Dan ia juga sedikit membenci ibunya. Karena meski ditinggalkan, ibunya masih saja
mencintai ayahnya. Oleh karena itu, dia lebih suka dipanggil dengan sebutan malam.
“Setiap malam aku berkerja dan mengubur duka-duka ku.” Katanya.
Bersambung .....
Penulis : Ya' Wahyu