Kerentanan Pekerja Migran Nonprosedural: Potret Buram Pekerja Lintas Batas di Sambas

Kerentanan Pekerja Migran Nonprosedural: Potret Buram Pekerja Lintas Batas di Sambas

Editor: DailyNusantara.id author photo

Peserta KKL dan FGD Magister Ilmu Ekonomi Untan Pontianak 

Dailynusantara.id, Sambas – Sebagian besar Pekerja Migran Indonesia dari Kabupaten Sambas yang bekerja secara nonprosedural di Malaysia diketahui menghadapi berbagai kerentanan, mulai dari ketidakamanan kerja hingga minimnya perlindungan hukum. Hal ini terungkap dalam hasil penelitian lapangan mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan di Kecamatan Sajingan Besar dengan menghadirkan Pekerja Migran Indonesia asal Kabupaten Sambas dalam bentuk Focus Grup Discussion.

Menurut temuan di lapangan, banyak pekerja migran memilih jalur keberangkatan ilegal melalui “jalan tikus” karena tidak mampu memenuhi persyaratan prosedural yang panjang dan mahal. Faktor ini diperparah oleh lemahnya kontrol dan pengawasan terhadap migrasi tenaga kerja yang resmi. “Prosedur migrasi yang rumit dan tingginya biaya pengurusan dokumen membuat masyarakat lebih memilih jalur pintas. Apalagi jika mereka memiliki kerabat yang sudah lebih dulu bekerja di Malaysia,” ungkap salah satu PMI yang dihadirkan kepada tim KKL.

Selain alasan ekonomi, faktor sosial-budaya juga menjadi pendorong migrasi nonprosedural. “Adanya agen migrasi ilegal di sekitar masyarakat menciptakan hubungan simbiosis yang memperburuk situasi, di mana pekerja merasa lebih aman berangkat dalam kelompok terisolasi tanpa pengawasan hukum,” ungkap peserta lainnya

PMI nonprosedural berada dalam posisi sangat rentan. Mereka tidak memiliki kontrak kerja resmi, tidak terdaftar secara legal, dan tidak dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan negara tujuan. Akibatnya, berbagai pelanggaran seperti eksploitasi dan kekerasan kerja sulit ditindak secara hukum.

Lebih jauh lagi, fenomena ini berdampak pada sektor pendidikan di Sambas. Banyak remaja dan pemuda memilih putus sekolah untuk segera bekerja di luar negeri, mengikuti jejak saudara atau tetangga, dengan harapan mendapatkan penghasilan cepat.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan migrasi nonprosedural di Kabupaten Sambas. Pertama, pemerintah perlu menyederhanakan prosedur migrasi resmi dan menurunkan biaya pengurusan dokumen seperti paspor dan visa. Dengan akses yang lebih mudah dan terjangkau, masyarakat akan terdorong untuk menempuh jalur resmi dalam bekerja ke luar negeri.

Kedua, penertiban terhadap agen-agen migrasi ilegal harus ditingkatkan. Penegakan hukum yang lebih tegas sangat diperlukan guna memutus rantai praktik migrasi nonprosedural yang selama ini dimotori oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ketiga, penting untuk meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai migrasi yang aman dan legal. Kampanye ini dapat dilakukan melalui sekolah-sekolah, pemerintah desa, maupun lembaga kemasyarakatan agar masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang risiko migrasi ilegal dan jalur resmi yang tersedia.

Terakhir, solusi jangka panjang yang tak kalah penting adalah peningkatan ekonomi lokal dan akses terhadap pendidikan. Dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja di daerah serta memperluas kesempatan pendidikan, khususnya di wilayah pedesaan, diharapkan masyarakat tidak lagi melihat migrasi sebagai satu-satunya jalan untuk memperbaiki kondisi ekonomi.(*)

Ads vertikal
Share:
Komentar

Berita Terkini